HARI ini, Injil menampilkan salah satu kisah mukjizat yang paling populer, kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang. Banyak hal dapat kita renungkan dari Injil hari ini. Namun, saya mengajak Anda untuk merenungkan dua hal.
Pertama, orang banyak yang mengikuti Yesus. Mereka berjalan berkilo-kilo meter untuk mengikuti Yesus. Mereka terkesan denagn apa yang telah dilakukan Yesus. Mereka berbondong-bondong ingin mendengarkan pengajaran Yesus dan menyaksikan serta mengalami mukjizat penyembuhan yang dilakukan-Nya. Mereka begitu rindu untuk bertemu Yesus. Barangkali, antusiasme yang begitu besar dalam mengikuti Yesus inilah yang membuat mereka sampai tidak memikirkan bekal untuk dimakan. Dan lihatlah apa yang mereka dapat! Mereka bertemu dengan Yesus, mendengarkan pengajaran-Nya Kita yakin bahwa banyak juga di antara mereka yang disembuhkan. Dan jangan lupa, selain mendapatkan kepuasan rohani, mereka juga dikenyangkan secara jasmani berkat roti dan ikan yang digandakan oleh Yesus bagi mereka.
Hari ini, kita diingatkan untuk melihat diri kita masing-masing, dan bertanya, “Apakah yang utama dalam hidupku? Apakah Yesus sudah menjadi prioritas pertama dalam hidupku?” Bukannya mencari Tuhan, kita justru seringkali merasa tidak punya waktu untuk itu. Banyak hal kita kemukakan sebagai alasan klasik. Bahkan, kita juga sering mengabaikan kesempatan untuk ambil bagian dalam perjamuan Ekaristi.
Peristiwa dalam Injil hari ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Barangsiapa berani memprioritaskan Yesus dalam hidupnya, ia akan mendapatkan kelegaan jasmani dan rohani. Ingat, dalam kesempatan lain Yesus bersabda, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33)
Kedua, mari kita melihat diri Yesus sendiri. Yesus melihat orang banyak yang telah berjalan mengikuti-Nya. Dia tahu bahwa mereka membutuhkan makan. Dia melakukan mukjizat penggandaan roti dan ikan untuk memberi banyak orang itu makan. Hal ini sungguh bertolak belakang dengan peristiwa ketika Dia sendiri lapar karena berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. Ia dapat melakukan sesuatu untuk diri-Nya sendiri, tetapi Dia tidak melakukannya. Sementara, Yesus serta merta berbuat sesuatu jika orang lain sedang membutuhkan. Hidup-Nya adalah untuk kepentingan orang lain. Bahkan, Dia memberikan hidup-Nya untuk keselamatan manusia.
Sikap Yesus ini memberikan sebuah pelajaran bagi kita. Sebagai pengikut-Nya, kita pun hendaknya memiliki sikap dan semangat yang sama. Yesus menghendaki kita agar siap dan bersedia untuk berbagi dan memberi apa yang kita miliki kepada sesama, misalnya keahlian kita, waktu kita, harta kita, dan lain sebagainya. Terlebih berbagi dengan mereka yang membutuhkan, mereka yang kekurangan, dan mereka yang sedang dalam masalah, baik fisik, emosional, maupun spiritual.
Tuhan memberkati.
Hari Minggu Biasa XVII, 29 Juli 2018