Pemberi Diri Secara Total sebagai Bentuk Rasa Cinta

MINGGU lalu, kita mendengar dan atau membaca Sabda Yesus tentang hukum yang paling utama yaitu mencintai Allah dan sekaligus mencintai sesama. Minggu ini, kita mendengar suatu contoh konkret dari perintah Allah itu. Misalnya, dalam bacaan pertama, dikisahkan seorang janda miskin yang memberi makan Nabi Elia walaupun ia berkekurangan. Juga dalam bacaan injil dimana dikisahkan seorang janda miskin, memberikan persembahan ke dalam kotak persembahan seluruh nafkah hidupnya sepanjang hari itu.

Di lihat dari kacamata manusiawi tentu tindakan mereka ini sangat luar biasa dan bahkan bisa dikatakan tidak masuk akal. Untuk dirinya saja sulit dan kurang, kenapa bisa membagikan kepada orang lain? Pasti ada “kekuatan” luar biasa yang ada dalam diri mereka. “Kekuatan” itu adalah KEPERCAYAAN kepada penyelenggaraan Kasih Allah bagi manusia.

Perempuan, janda dari Sarfaat, dalam bacaan pertama amat percaya pada apa yang dikatakan oleh Nabi Elia. Mungkin, dalam hatinya sempat berfikir bahwa memberi atau tidak memberi toh akhirnya akan mati kelaparan juga. Tetapi keputusannya untuk tetap memberi dilandasi oleh kepercayaan bahwa apa yang dikatakan oleh nabi Elia itu benar dari Allah. Dengan memberi, kita tidak akan kekurangan, apalagi sampai mati kelaparan. Demikian pula janda dalam bacaan injil, walau Yesus tidak berkata apa-apa pada perempuan janda itu, tetapi tetap saja ia memberi persembahan yang luar biasa. Mereka berdua mengajarkan kepada kita suatu pemberian yang bukan dilandasi suatu kesombongan tetapi suatu kerendahan hati. Mencintai dengan tulus ikhlas?

Tetapi lantas bisa saja timbul pertanyaan dalam hati kita lantas bagi mereka yang memberi banyak dan dari kelimpahan, apakah tidak diterima oleh Tuhan? Tentu saja bukan masalah banyak dan sedikitnya pemberian dan atau persembahan kita. Tetapi masalah kerelaan dan ketulusan hati. Memberi sedikit pun kalau kita bersungut-sungut dan marah-marah, tentu menjadi persembahan dan pemberian yang tidak dikehendaki oleh Tuhan.

Oleh karena itu, dari kedua kisah tadi kita belajar bahwa pemberian diri yang sungguh-sungguh di jiwai dengan ketulusan dan kerelaan adalah salah satu bentuk cinta. Bahkan, dalam diri Yesus, pemberian ini diungkapkan dengan mempersembahkan Diri-Nya sendiri, hidup-Nya sendiri, bahkan nyawa-Nya sendiri sebagai persembahan pemulih dosa umat manusia. Semoga dengan kisah alkitab ini, kita semakin dikuatkan untuk mencinta, melayani dan memberi dengan penuh kerelaan hati. Tuhan memberkati.

Rm. Yohanes Radityo Wisnu Wicaksono, Pr

Hari Minggu Biasa XXXII