AKHIR-AKHIR ini kita disuguhkan oleh banyak sekali berita-berita yang tidak benar. Berita-berita bohong yang dimaksudkan untuk membuat nama baik seseorang atau kelompok tertentu menjadi tercoreng. Hal ini tidak hanya terjadi di dalam dunia politik saja, tetapi juga terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Salah satunya adalah kebiasan bergosip, membicarakan kejelekan orang lain dan seolah-olah kita ini adalah yang paling baik, tanpa salah dan dosa, jadi enak saja membicarakan dan juga membuat keputusan bahwa orang lain berdosa. Paus Fransiskus, pernah berkata bahwa jangan bergosip adalah Perintah Allah yang ke-11.
Paus Fransiskus, dalam sebuah Audiensi Umum di Roma, mengatakan bahwa kita harus hati-hati dalam berucap. Beliau mengingatkan bahwa “lidah dapat membunuh, seperti pisau”. Kita hendaknya menyebarkan berita yang benar karena Yesus sendiri datang ke dunia ini untuk menyampaikan Kebenaran Sejati. Dan dibalik berita baik ini ada usaha untuk menjadi saksi cinta kasih. Paus menambahkan bahwa di balik kebohongan sama sekali tidak ada cinta. Hal yang sama saat kita berlaku munafik seperti bacaan Injil hari ini yang mau mengambil selumbar di mata saudaranya tetapi balok di mata sendiri tidak terlihat.
Supaya tidak jatuh kepada kemunafikan semacam ini, secara tidak langsung kita diajak untuk pertama-tama memperhatikan apa yang kita ucapkan kepada sesama. Bacaan Pertama mengatakan bahwa apakah seseorang itu bijaksana dengan memperhatikan apa yang dikatakannya. Kata-katanya menjadi ukuran apakah ia pribadi yang patut dipuji atau malah dijauhi. Lebih lanjut Rasul Paulus mengatakan bahwa Firman Allah itu menghidupkan oleh karena itu kita diundang menjadi pekerja dan pewarta Firman Allah ini supaya kuasa dosa tidak menguasai dunia ini.
Oleh karena itu pesan Tuhan jelas bagi kita supaya kita menjadi orang baik yang menghasilkan buah-buah kebaikan pula. Agar kita tidak menjadi buta terhadap kebaikan Tuhan dan malahan hanya melihat kejelekan sesama saja. Jangan sampai pula kita menjadi pelaku penyebar kebohongan dan keburukan. Rasa-rasanya ini juga bisa menjadi laku pertobatan kita di masa pra-paskah yang akan datang ini. Masa pra-paskah, masa persiapan untuk menyambut kemenangan Kristus atas maut, adalah waktu yang tepat juga bagi kita untuk melihat kembali apakah selama ini kita berbuah baik atau berbuah masam. Semoga kita tidak terjatuh dalam kesombongan diri dan rasa ingin mengalahkan, tetapi menjadi pribadi yang mampu membawa sukacita dan kedamaian bagi sesama. Tuhan memberkati.
RD. Yohanes Radityo Wisnu Wicaksono
Hari Minggu Biasa VIII