JUMAT pagi, 28 Agustus 2020 dimulai pembangunan gedung kantor milik sendiri. Diawali perayaan ekaristi untuk bersyukur dan mohon kelancaran pembangunan. Dilanjutkan peletakan batu bata pertama dan selanjutnya secara simbolis oleh beberapa tokoh termasuk Ketua Merpati, Aloysius Sibuyanta, dan GM Merpati, Albertus Ranggawea.
Menurut Albertus, pembangunan ini sudah lama direncanakan. Tanah seluas 224 m2 seharga Rp2,4 miliar dibeli pada 2014. Izin Mendirikan Bangunan terbit di awal pandemi. Biaya pembangunannya Rp1,9 miliar berasal dari uang sendiri yang disisihkan setiap tahun dan kekurangannya dibebankan anggaran Tahun Buku 2020.
Luas bangunan 330m2 terdiri dari 3 lantai. Berarti masih tersisa cukup tanah untuk halaman hijau dan area parkir. Lantai 1 untuk pelayanan kepada anggota. Lantai 2 untuk ruang rapat, penyimpanan arsip, bagian keuangan dan ruang kerja manajer. Lantai 3 dipakai untuk ruang pelatihan dan ruang untuk kegiatan warga sekitar dan paroki.
Kantor baru ini berada di Jalan Pertanian III C/9z, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sedangkan kantor lama di Jalan Pertanian III/26 juga di Pasar Minggu. Per 31 Desember 2019 Merpati mempunyai 3.925 orang “anak” dengan aset Rp 65.247 miliar. (SUMBER: MAJALAH PICU/TANNIA IRNAWAN)
Oleh: Shirley Angelica, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2020.
WABAH virus korona semenjak Februari sampai saat ini terus meningkat, khususnya di Indonesia. Setiap harinya angka warga yang terdampak Covid-19 dan meninggal dunia karena Covid-19 terus bertambah menjadi rata-rata +4.000 pertambahan setiap hari. Jumlah kumulatif angka Covid-19 per tanggal 29 September adalah mencapai 282.724 orang. Angka tersebut bertambah sebanyak 4.002 kasus dari hari sebelumnya. Dari jumlah itu, sebanyak 210.437 orang dinyatakan sembuh dan 10.601 orang meninggal dunia. Data tersebut dihimpun Kementerian Kesehatan pukul 12.00 WIB. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi Indonesia maupun dunia.
Untuk menanggulangi dampak Covid 19, sejak 15 Maret 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan imbauan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas di rumah, mulai dari bersekolah, bekerja dan beribadah. Pemerintah mengeluarkan imbauan untuk wajib menggunakan masker, menjaga batas jarak aman, dan social distancing. Sanksi sosial maupun material juga diterapkan bagi yang tidak mematuhi peraturan.
Di tengah pandemi ini, pemerintah meminta kontribusi masyarakat Indonesia untuk membantu memutus rantai penyebaran virus, salah satunya adalah dengan membatasi kegiatan beribadah secara offline. Sehingga gereja-gereja di seluruh dunia sudah mulai memberlakukan ibadah secara online, yaitu dalam bentuk livestreaming youtube atau penyiaran secara lansung di stasiun televisi.
Lalu, bagaimana kah hidup umat Katolik Indonesia di dalam pandemi Covid-19 ?
Mengutip ucapan Romo Adi dari Keuskupan Agung Jakarta, Gereja Katolik Indonesia merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia siap bersama-sama melakukan bela negara dan cinta Tanah Air.
KAJ dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) mengimbau seluruh keuskupan di Indonesia harus meniadakan misa peribadatan harian maupun mingguan dan semua ritual peribadatan yang melibatkan dan mendatangkan banyak orang, baik di tingkat paroki, lingkungan, wilayah dan sebagainya mulai 21 Maret 2020, selanjutnya gereja Katolik Indonesia akan mengevaluasi sesuai kebijakan dan arahan dari pemerintah.
Untuk menjaga kesehatan dan memutus mata rantai pemaparan Covid-19 maka Gereja Katolik mengikuti aturan pemerintah. Gereja Katolik meniadakan misa langsung yang megumpulkan umat secara massal, dan sebagai gantinya umat mengikuti misa secara online. Pada umumnya memanfaatkan jaringan media Youtube. Tapi beberapa kali juga melalui saluran televisi nasional seperti Kompas TV dan TVRI. Selain misa online, gereja juga meniadakan kegiatan yang mengharuskan umatnya untuk berkumpul, seperti kegiatan doa lingkungan, latihan paduan suara, latihan mazmur, kegiatan persekutuan doa, perkumpulan anak muda, dan lainnya.
Akan tetapi hal ini tidak menurunkan semangat umat Katolik. Dalam keterbatasan, umat Katolik tetap mencoba untuk melakukan kegiatan mereka, seperti melakukan doa rosario atau pertemuan lingkungan melalui aplikasi zoom meeting, google meet atau juga video call, dan merekam suara atau memutar lagu dari kaset/DVD/youtube untuk menggantikan koor.
Dalam kondisi seperti ini memang menjadi dilema bagi kita umat manusia yang beriman, di mana kita merindukan adanya sosialisasi, interaksi, penerimaan tubuh Kristus (komuni) serta suasana gerejani, namun di sisi lain dengan kemajuan teknologi ini pemakaian media online pun meningkat dan kita dapat melihat jumlah jemaat yang mengikuti misa online jauh lebih banyak dari misa offline sehingga gereja tetap dapat menjalankan misinya untuk mengajarkan dan menyebarkan Injil Tuhan.
Di sisi lain, pemakaian teknologi yang canggih juga tidak lepas dari dampak negatif, yaitu lebih banyak godaan bagi kita dalam mengikuti jalannya misa, seperti sikap dalam misa yang mungkin lebih santai, konsentrasi yang mudah terpecah belah, maka disinilah ketaatan kita kepada Tuhan di uji.
Sebagai umat Katolik, selayaknya semangat dan iman kepada Tuhan tidak dapat menghalangi kita untuk melakukan ibadah dan kegiatan gereja. Dalam momen di mana kita menghadapi cobaan dan ujian, namun kita harus tetap semangat untuk tetap mau melayani Tuhan meskipun dalam keterbatasan. Tentunya tidak hanya Gereja Katolik yang mengalami perubahan, ibadah umat beragama lainnya juga merasakan hal yang sama. Untuk itu penting bagi kita untuk selalu berdoa khususnya “Doa Mohon Berkat Allah dalam Masa Pandemi Covid-19”.
Di dalam situasi ini, sudah seharusnya seluruh manusia di muka bumi ini semakin mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Oleh karena itu, sebagai umat Katolik, kita juga terus mendekatkan diri kita kepada Tuhan Allah, dengan meminta perlindungan dari-Nya melalui doa, agar kita dijauhkan dari segala sakit penyakit dan hal-hal yang buruk. Kita juga seharusnya mendoakan sesama, bangsa Indonesia dan seluruh umat di dunia untuk kesembuhan bagi orang-orang yang terpapar Covid-19, untuk para tenaga medis yang berada di garda depan, dan agar pandemi Covid-19 ini segera dihapuskan dari muka bumi dan dapat segera ditemukannya vaksin untuk mencegah dan mengobati penyakit Covid-19.
Ruang dan gerak kita sebagai umat beriman jangan sampai terhambat. Sudah sewajarnya umat Katolik selain berdoa juga tetap dapat peduli dan membantu sesama, seperti rumah sakit dan tenaga kesehatan/tenaga medis Katolik dapat mengambil bagian sebagai sukarelawan untuk membantu pemerintah melawan wabah pandemi korona.
Organisasi atau ormas-ormas Katolik seperti Wanita Katolik Republik Indonesia, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, Pemuda Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia, dan Forum Masyarakat Katholik Indonesia serta universitas-universitas Katolik, lembaga dan elemen Katolik lain juga dapat menyediakan diri untuk menjadi relawan mendukung pemerintah bersama-sama menghadapi wabah Covid-19.Sikap solidaritas juga sudah sepantasnya kita tunjukkan bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan tanpa mempedulikan suku, agama dan ras, seperti membantu memberikan bantuan pangan bagi yang terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bantuan pulsa bagi anak-anak sekolah dari keluarga tidak mampu yang setiap hari harus belajar daring/online, dsb.
Maka janganlah hal itu membuat kita lemah iman, egois, patah semangat dan kehilangan solidaritas. Justru saat inilah kita umat Katolik harus bangkit dengan sikap bijaksana dan tetap dapat menjadi garam dan terang bagi bangsa Indonesia serta dunia. Marilah kita senantiasa tetap berdoa agar wabah pandemi ini segera berakhir, agar kehidupan kita kembali normal seperti sebelum wabah ini melanda dan semoga iman Katolik kita tetap diteguhkan. (*)
oleh: Carissa Jane Marly, mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universita Airlangga
SEJAK dahulu, kita diajarkan bahwa Adam dan Hawa digoda oleh Ular untuk mengonsumsi buah pengetahuan. Dengan godaan dari Ular, Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden dan mengembara dunia. Melalui peristiwa tersebut, tertanam bahwa simbol dari godaan duniawi adalah Ular.
Seiring perkembangan dunia pada era globalisasi ini, simbol yang digunakan untuk merepresentasikan godaan digambarkan berupa teknologi, gadget, dan internet. Tidak dapat dipungkiri, keduanya memang dari zaman yang berbeda, di mana ular sebagai representasi godaan berasal dari masa lampau, jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang sejauh ini, sedangkan teknologi berasal dari masa kini di mana manusia telah banyak berubah dari berbagai sisi.
Mengapa perubahan ini terjadi?
Perubahan ini terjadi akibat adanya globalisasi yang memiliki beragam dampak, baik dan buruk, serta berdampak pula pada seluruh dunia. Pada masa lampau, manusia masih memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan yang lebih besar dalam hewan-hewan sehingga penggambaran ular sebagai godaan iman tidak mengherankan bagi kita.
Pada masa kini, manusia sangat bergantung pada teknologi di mana sangat terlihat pada masa pandemi ini. Banyak pelajar dan pekerja yang bergantung pada teknologi untuk tetap di rumah dan melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya. Keduanya memang terlihat jelas sangat berbeda , apakah mungkin jika mereka memiliki persamaan?
Tentu saja keduanya memiliki persamaan, yaitu, keduanya menjauhkan manusia dari Tuhan, dari sisi teknologi, dapat kita lihat dari sekitar kita saat beribadah di Gereja, masih banyak yang bermain gadget dan tidak menjalankan perayaan Ekaristi dengan baik, dari sisi Ular, Adam dan Hawa digoda oleh Ular untuk mengonsumsi buah pengetahuan, yang menjauhi mereka dari Tuhan.
Dari uraian di atas, kita belajar bahwa seiring dengan perkembangan, tidak berarti godaan yang menjauhkan kita dari Tuhan semakin sedikit atau menjadi tidak ada, namun mereka hanya mengalami perubahan dinamis searah dengan perkembangan zaman. Segala sesuatu kini bergantung pada kita untuk menggunakan apa yang telah diberikan Tuhan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya atau menjauhkan. (*)
Oleh: Albertus Putera Nugraha, mahasiswa semester 1 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2020
DI masa Pandemi yang sekarang sedang terjadi, banyak sekali tantangan yang kita hadapi. Mulai dari segi ekonomi, politik sosial, dan kesehatan. Imbauan dari pemerintah untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mewajibkan kita untuk mematuhi protokol kesehatan serta membatasi seluruh kegiatan mulai dari akademik di sekolah, perkantoran tempat orang bekerja, mal hingga fasilitas umum lainnya seperti tempat ibadah.
Sekarang, hampir semua kegiatan kerohanian dilaksanakan secara online atau daring. Pemanfaatan teknologi ini tentunya bersifat positif karena dapat mempertemukan dan mempersatukan kita meski secara virtual.
Lalu, bagaimana esensi atau intisari dari misa yang seharusnya secara langsung bertatap muka hingga menjadi misa virtual dengan hosti yang imajiner? Saya mendengarkan podcast dari Pusat Pastoral KAJ yang dibawakan oleh Romo Almo, Romo Bekti, Romo Vano, dan Romo Graha di channel Youtube mereka. Banyak sekali hal yang dapat saya pelajari.
Kita tentunya harus memahami betul mengenai esensi keberadaaan misa online sebagai pengganti sementara misa tatap muka. Ada yang mengatakan misa online tidak sah karena kita tidak berada di gereja dan Tuhan tidak hadi, namun Romo Bekti mengutip sebuah injil, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” – Matius 18:20.
Misa online diadakan agar kebutuhan kerohanian kita terpenuhi meskipun di masa pandemi sekarang ini. Biarpun tidak ada Tubuh Kristus, Tuhan masih beserta kita dalam merayakan misa secara online.
Muncul lagi pertanyaan, bagaimana dengan Tubuh Kristus ? Memang misa online tidak bisa memenuhi kebutuhan itu, mengingat misa online hanyalah temporer sebagai pengganti misa tatap muka.
Sekarang sudah ada beberapa bagian daerah yang angka positif covid-19 nya merendah. Beberapa gereja mulai membuka misa tatap muka dengan melakukan protokol kesehatan dengan jumlah umat yang terbatas. Umat yang berusia lanjut yang berpotensi menjadi comorbid apabila terinfeksi diimbau untuk tidak mengikuti misa tatap muka.
Bagaimana dengan daerah yang masih rawan akan covid-19?
Setelah 5 bulan lamanya merasakan misa online, kita tentu merindukan Tubuh Kristus atau hosti yang ada pada misa tatap muka. Kerinduan atas Tubuh Kristus ini didasari pada keinginan kita agar terasa keberadaan Yesus dalam diri kita.
Namun, kita tidak boleh memandang buruk kerinduan itu. Justru, sebaliknya kita gunakan kerinduan itu untuk menyemangatkan diri kita dan iman yang kita miliki untuk berdoa menghadirkan diri-Nya. Iman yang kita miliki merupakan anugerah dan karunia yang luar biasa dan sekaligus sebagai panduan hidup kita.
Penumbuhan iman yang kuat akan mengakibatkan kita melihat dunia dan keadaan di sisi yang baru. Pandemi ini merupakan cobaan dan badai pasti berlalu. Pemikiran seperti ini akan menumbuhkan optimistis yang bisa membantu kita menghadapi situasi seperti sekarang ini.
Rasa optimisme yang tumbuh dari iman kepercayaan kita dapat menjaga kita dari virus korona ini. Optimisme dapat membantu kita meningkatkan sistem immunitas yang ada dalam tubuh kita, Seperti yang tertulis pada jurnal internasional milik Elsevier yang berjudul “Personality and Individual Differences” memuat bahwa sikap optimistik dapat mempengaruhi tingkatan kualitas immunitas tubuh sehingga membantu tubuh kita untuk melawan virus dan penyakit yang berpotensi masuk ke tubuh kita.
Maka dari itu, kita perlu menekankan iman kita, percaya pada-Nya bahwa kita akan selalu dilindungi dan dijaga kesehatannya. Jauhkan diri kita dari segala pikiran negatif dan selalu berpikir positif agar sistem imun kita tidak menurun. (*)
Oleh: Andreas Rama Arkananta Nugraha, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
PANDEMI virus Covid – 19 telah membuat beberapa hal yang sudah biasa kita lakukan berubah secara seketika. Kita yang sudah biasa hidup menggereja dengan cara konvensional pun akhirnya harus beralih dengan menggunakan dunia maya sebagai penghubung kita melakukan kegiataan keagamaan yang biasa kita lakukan. Namun, di balik keganasan pandemi ini, ternyata ada hikmah yang bisa kita rasakan lho, baik secara pribadi maupun keluarga .
Walaupun pandemi Covid – 19 memaksa kita untuk selalu berada di rumah, ternyata terdapat hikmah-hikmah tersembunyi yang ternyata bisa kita petik dari hal ini. Tahu kah teman-teman bahwa dalam kondisi work from home (WFH) ini kita diberi waktu yang sangat leluasa. Dalam waktu leluasa ini, kita secara diam-diam mendekat lebih intim dengan Tuhan. Setiap harinya kita bisa melakukan misa online secara mandiri di waktu yang kita mau setiap saat. Pertemuan kita dengan Tuhan tidak lagi terikat waktu dan ruang sehingga hal ini memudahkan kita dalam proses komunikasi dengan Tuhan setiap harinya .
Selain hubungan kita dengan Tuhan menjadi semakin intim, hubungan keluarga juga menjadi semakin harmonis. Setiap hari kita bisa melakukan misa keluarga bersama-sama. Seluruh misa dapat dilakukan bersama-sama dengan keluarga dengan tidak lupa bisa ada acara sharing antar anggota keluarga. Hal itu bisa menjadi ajang untuk saling mengenal anggota keluarga lebih dekat serta menambah kerekatan tiap anggota keluarga.
Walaupun kegiatan di luar rumah banyak yang berkurang, tetapi dalam pandemi ini ternyata terdapat pelajaran yang bisa kita ambil. Tentu, kita selalu berdoa agar pandemi segera berakhir , tetapi ada baiknya juga untuk selalu bersyukur untuk hari ini. (*)