KELUARGA Kristiani sering disebut Ecclesia Domestica, artinya Gereja Domestik atau Gereja Rumah Tangga. Maksudnya, keluarga kristiani diharapkan menjadi perwujudan Gereja, persekutuan hidup dalam iman akan Yesus Kristus yang menghadirkan nilai-nilai Injili. Nilai-nilai itu terutama kasih dan ketaatan kepada Allah dan sesama, serta kerendahan hati. Tiga pilar ini menjadi tiang utama penyangga persatuan hidup berkeluarga. Keluarga dipanggil untuk melayani hal-hal jasmani dan sekaligus juga hal-hal rohani. Hal ini dapat kita pelajari dari Keluarga Kudus Nazaret, khususnya dari kisah tentang Yesus yang ditemukan di Bait Allah dalam Luk. 2:41-52. Maria dan Yusuf yang setiap tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah menjadi teladan bagi kita dalam kesetiaan melayani Allah dan menaati hukum-hukumNya.
Yusuf dan Maria cemas mencari Yesus karena mereka merasa kehilangan Dia. Pernahkah keluarga kita merasa kehilangan Yesus, merasa sepertinya Yesus tidak hadir dalam keluarga kita? Apakah kita bersusah payah mencariNya? Ke mana? Jawaban Yesus kepada Maria, “Mengapa kamu mencari Aku?” menyadarkan kita bahwa Yesus bukanlah pertama-tama milik Maria dan Yusuf, melainkan milik Allah. Pernahkah kita berpikir bahwa anak itu bukan obyek yang harus kita miliki, melainkan subyek yang dipercayakan Allah kepada kita? Apakah kita termasuk orangtua yang terlalu mau mengontrol anak, mengatur, dan mengarahkannya sesuai dengan kemauan kita tanpa memperdulikan keinginannya? Apakah kita kurang memberi keleluasaan kepada anak? Terkadang anak melangkah tidak sesuai dengan harapan kita, tetapi apa yang dilakukannya itu bisa jadi merupakan langkah untuk berada lebih dekat dengan Bapa di Surga.
Maria dan Yusuf menunjukkan kepada kita pentingnya pembinaan iman sejak usia dini. Sejak kecil anak-anak perlu dibiasakan berdoa, beribadat, dan membaca Kitab Suci, baik itu melalui pembinaan di rumah maupun kegiatan bersama dalam komunitas. Bagaimana dengan pendidikan anak kita? Apakah kita hanya mementingkan pendidikan intelektualnya, dan kurang memperhatikan segi spiritual dan sosialnya, sehingga anak-anak kita tidak dapat dewasa secara menyeluruh dan dikasihi Tuhan dan sesama? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat direnungkan sebagai bahan dalam membina hidup berkeluarga.
RD. Antonius Pramono Wahyu Nugroho