Dalam Injil Yohanes bab 13 : 34 – 35 disebutkan bahwa Yesus memberi suatu “perintah baru” kepada para muridNya untuk saling mengasihi sama seperti Yesus sudah mengasihi para muridNya. Ada yang bertanya, apakah perintah untuk mengasihi ini adalah perintah baru? Padahal dalam Taurat, tepatnya di dalam Kitab Imamat bab 19 : 18 juga disebutkan bahwa Allah memberi perintah kepada bangsa Israel untuk saling mengasihi. Lalu di mana ke-baru-an dari perintah Yesus dalam Injil Yohanes tadi? Paling tidak ada dua hal yang menjadikan perintah Yesus menjadi baru. Yang pertama adalah lingkup atau tujuan dari kasih yang kita buat. Dalam Kitab Imamat disebutkan bahwa tujuan tindakan kasih itu ditujukan kepada saudara sebangsa, artinya hanya kepada sesama orang Israel. Dalam perintah Yesus, tujuan itu meluas sampai kepada setiap manusia yang ada di sekitar kita. Hal ini jelas ditunjukkan dalam bacaan Injil hari ini.
Yesus memperluas istilah “sesamamu manusia” yang tidak sesempit hanya kepada orang-orang yang sebangsa atau yang segolongan saja, tetapi juga orang-orang lain di sekitar kita, termasuk juga musuh-musuh kita. Dalam bacaan Injil hari ini, “sesama” itu ditunjukkan oleh tindakan dari seorang Samaria yang menolong dan merawat seseorang yang sedang sekarat karena dianiaya oleh perampok. Memang tidak di sebutkan kalau orang yang sekarat itu orang Yahudi, tetapi dari awal cerita dia dikatakan sedang dalam perjalanan dari Yerusalem ke Yeriko. Orang Samaria tidak pernah pergi ke Yerusalem, jadi bisa dipastikan orang ini adalah orang Yahudi. Dan orang Yahudi bermusuhan dengan orang Samaria. Tetapi orang Samaria ini mengesampingkan rasa permusuhan itu dengan menolongnya. Disitulah cinta kasih ada.
Perbedaan yang kedua adalah, dalam Injil Yohanes ada suatu kualitas cinta kasih yang menjadi hukum baru itu, yaitu cinta kasih seperti Yesus sendiri mengasihi para muridNya. Sekali lagi, dalam terang Injil minggu ini, hal tadi pun nyata diberikan teladannya dalam diri orang Samaria itu. Saat orang Samaria itu menolong orang yang sedang sekarat itu, dia tidak menolong dengan asal-asalan saja. Dia menolong dengan sungguh-sungguh, bahkan total sampai tuntas dia menolong orang yang kesusahan itu. demikian pula Yesus. Dia menolong kita dengan sungguh-sungguh dan penuh totalitas sampai tuntas. Hal ini nyata tentu saja dalam peristiwa sengsara, wafat dan juga kebangkitan Yesus. Cinta yang sungguh-sungguh, total dan tuntas menjadi kualitas hukum yang baru itu.
Maka, siapakah sesama kita saat ini? Sudahkah kita mencintai dengan sungguh-sungguh, total dan tuntas? Bila sudah, syukur pada Tuhan. Bila belum, mari kita mohon berkat dan kekuatan Roh Kudus agar mampu melakukannya. Tuhan memberkati.
(Rm. Yohanes Radityo Wisnu Wicaksono, Pr)