SALAH satu tugas menarik saat bertugas di Paroki Bomomani, Papua adalah membersihkan batu-batu yang menyumbat saluran pipa air PLTA. Suatu hari kami berniat untuk memindahkan batu besar yang berada di tengah sungai kecil. Oleh karena dilakukan secara manual, maka apa daya proses ini membutuhkan waktu berhari-hari. Pertama kami harus membendung sungai itu, kemudian menggali sekeliling batu besar, dan akhirnya mendorong batu itu ke pinggir. Mengapa kami berniat untuk memindahkannya? Karena batu itu menghalangi aliran air sungai sehingga turbin PLTA tidak berputar kencang.
Hari ini Petrus yang minggu lalu disebut sebagai batu karang disebut oleh Yesus sebagai batu sandungan. Petrus memikirkan bukan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan oleh manusia. Petrus memikirkan bahwa Mesias tidak dapat dikalahkan, tidak menanggung banyak penderitaan, tidak akan mati. Petrus masih memikirkan hal tersebut walaupun Yesus sudah menyatakan kepada murid- murid-Nya bahwa Ia harus menderita. Mesias harus kehilangan nyawa untuk keselamatan manusia.
Disadari atau tidak, terkadang kita menjadi batu sandungan, batu sumbatan bagi diri kita sendiri. Kita senantiasa memikirkan diri sendiri, enggan memikul salib, dan kadang kala tidak mau mengikuti kehendak Allah. Menjadi murid Yesus berarti menyerahkan diri kepada kehendak-Nya, bukan lagi mengandalkan kekuatan manusia melainkan percaya pada penyelenggaraan Ilahi. Kita tentu ingin merasakan kasih Allah setiap saat, tetapi bercerminlah, jangan-jangan kita yang menolak kasih Allah itu.
Rm. Andreas Subekti