KITA telah memasuki bulan September yang kita kenal dengan Bulan Kitab Suci Nasional. Gereja Katolik mengharapkan kita lebih menekuni kitab suci dalam bulan ini. Kitab Suci sungguh berguna bagi hidup kita. Bila kita membutuhkan makanan untuk fisik kita setiap hari, maka untuk hidup rohani, kita memerlukan sabda Tuhan guna menguatkan hidup kita.
Sabda Tuhan amat berguna bagi hidup sehari-hari, seperti sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa XXIII yang menyatakan: “Bila saudaramu berbuat dosa, tegurlah” (lih. Mat 18:15-20). Dalam kitab suci dipakai kata “Saudara” bukan “sesama”. ‘Sesama’ artinya berkaitan dengan hidup bermasyarakat, sedangkan kata ‘Saudara’ kaitannya dengan lingkungan sendiri. Lebih diutamakan sikap saling bertanggungjawab, saling memperhatikan kebutuhan seperti layaknya keluarga sendiri.
Kata “menegur” sebaiknya diganti dengan “jelaskanlah/tunjukkanlah”. Kata ‘menegur’ itu berarti ‘mencela’, ‘mengecam’. Tujuan berbicara kepada saudara yang bersalah adalah untuk menyadarkannya. Kita sebagai saudara ikut bertanggungjawab kepada saudara kita yang berdosa atau bersalah. Bacaan Pertama yang diambil dari Yehezkiel 33:7-9 menyadarkan kita: “Kalau kita tidak mengingatkan saudara kita maka Tuhan akan menuntut pertanggungjawaban kita. Tapi jika kita memperingatkannya untuk bertobat, tapi dia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tapi kita selamat”.
Usaha untuk menyadarkan kembali saudara yang sesat hendaknya dilandasi dengan kasih. Ada satu dasar yang penting untuk membantu saudara kita yang berdosa, yaitu : Kasih. Bacaan kedua dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma menyebutkan: “Hendaklah kamu saling mengasihi…Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri…Kasih tidak berbuat jahat kepada sesama” (lih. Roma 13:8-10). Kasih kepada saudara ditunjukkan dengan memberi perhatian kepada saudara. Kasih kepada saudara hendaknya memberanikan kita untuk mengarahkan saudara kita kepada hidup yang baik dan benar seturut dengan sabda Allah.
Ada beberapa cara untuk menyadarkan saudara kita. Pertama, bicara 4 mata. Bicara dari hati ke hati. Kedua, membawa satu atau 2 orang untuk membantu menyadarkan. Ketiga, membuka perkara itu kepada jemaat untuk membantu meyakinkan. Proses ini dilakukan tanpa mengomeli, memarahi, menghukum, dan menolak saudara yang bersalah, sebaliknya ia didekati dengan halus agar dapat kembali sadar. Semangat yang perlu dibawa adalah : “gembala yang mencari domba yg sesat” dan jangan sampai ada umat Kristen yg hilang. Mungkin saudara yang berdosa menolak mengakui kesalahannya. Akibatnya dosa masih melekat padanya atau mengikatnya. Tapi justru orang-orang berdosa ini yang dicari Yesus untuk diselamatkan.
RD. Antonius Pramono