SIAPAKAH yang Anda andalkan di dunia? Apakah yang menjadi andalan hidup Anda? Jawaban dari pertanyaan ini dapat bermacam-macam. Mungkin ada yang menjawab bahwa yang menjadi andalan adalah keluarga. Keluarga yang diandalkan mungkin adalah orang tua, saudara-saudari. Mungkin ada orang yang mengandalkan sahabat. Atau mungkin ada orang yang mengandalkan harta dunia atau bahkan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Sabda Tuhan memberikan tuntunan bagi hidup kita mengenai siapa yang dapat diandalkan dalam hidup ini. Kitab Yeremia menyatakan: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya kepada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”
Mazmur Tanggapan mengatakan hal yang senada dengan Kitab Yeremia. Mazmur menyatakan: “Berbahagialah orang yang mengandalkan Tuhan…Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah pada musimnya, dan tak pernah layu; apa saja yang diperbuatnya berhasil.”
Sabda Tuhan mengingatkan kita untuk mengandalkan Tuhan dalam hidup ini. Kita boleh percaya kepada kemampuan diri kita sendiri. Namun sebagai orang beriman, kita tetap harus mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Kita memiliki keterbatasan. Sekuat dan sehebat apa pun kita, masih ada yang lebih berkuasa daripada kita. Tuhanlah yang lebih berkuasa dari kita manusia yang lemah ini.
Bacaan Injil pada Minggu ini juga mengatakan hal yang senada dengan bacaan pertama dan Mazmur. Injil menyatakan: “Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Biasanya orang miskin adalah orang yang berkekurangan hidupnya. Mereka tidak dapat hidup dengan layak seperti orang-orang berkecukupan. Namun Sabda Tuhan menyatakan bahwa orang-orang miskin yang memiliki Kerajaan Allah. Artinya, mereka mau terbuka akan kehadiran Allah dalam hidupnya. Menjadi miskin dalam sabda ini berarti mau rendah hati, mau mengandalkan Allah dalam hidup ini, dan terbuka kepada kehendak Allah. Semoga sabda Tuhan menyadarkan kita untuk senantiasa mengandalkan Allah dalam hidup ini.
Kita biasa menyanyikan Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Kudus adalah nyanyian yang indah bila sungguh dihayati saat menyanyikannya. Bila kita memahami makna nyanyian Kudus, semoga kita menyanyikannya dengan penuh iman dan bersungguh-sungguh. Dalam tulisan kali ini akan dijelaskan secara singkat mengenai nyanyian Kudus yang dihubungkan dengan bacaan pertama Minggu Biasa VI.
Kudus merupakan seruan aklamasi umat yang “berpadu dengan para penghuni surga” dalam memuliakan Allah. Berpadu dengan para penghuni surga itu tampak saat imam mengucapkan atau menyanyikan: ”Bersama para malaikat dan orang kudus, kami memuliakan Dikau dengan tak henti-hentinya bernyanyi/berseru”. Lalu seluruh umat langsung menyanyikan Kudus. Kudus harus selalu ada, dan paling baik dinyanyikan, sesuai dengan isinya yang memuji Allah. Kudus merupakan bagian tak terpisahkan dari DSA (Doa Syukur Agung), jadi harus dilambungkan oleh seluruh umat bersama imam.
Isi aklamasi Kudus tersusun dari 2 teks kitab suci. Pertama, Kudus dihubungkan dengan seruan para serafim dalam Kitab Yesaya 6:5, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya”. Seruan para Serafim ini kita dengar melalui bacaan pertama pada Minggu Biasa VI hari ini. Kedua, seruan Kudus ditambah dengan seruan Hosana seperti dalam Matius 21:9; yang merupakan kutipan dari Mazmur 118:26, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi”.
Kata hosanna merupakan kata Yunani yang dibentuk dari kata Ibrani: hosianna, yang artinya: “Selamatkanlah kami! Tolonglah kami!” [bdk. Mzm 118:25]. Dalam TPE (Tata Perayaan Ekaristi) kita, kata hosana diterjemahkan: “Terpujilah”.
Melalui penjelasan singkat ini marilah kita sungguh menghayati nyanyian Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Kita dapat membayangkan bernyanyi Kudus bersama para malaikat dalam Perayaan Ekaristi. Kita menyanyikan Kudus bersama para malaikat untuk memuji dan memuliakan Allah: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga.”
RD. A. Pramono Wahyu N
Hari Minggu Biasa VI