SEORANG filsuf mengatakan bahwa kita dilahirkan untuk berjalan menuju kematian. Kematian adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Setiap manusia pada akhirnya akan mengalami kematian, entah kapan waktunya. Kesadaran akan kematian ini kadang membuat kita menjadi takut, waswas, gelisah dan semacamnya. Akan tetapi sebagai murid-murid Kristus, Yesus telah memberikan makna yang mendalam mengenai kematian kita ini.
Saudari-saudaraku, kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis pula dalam kematian-Nya. Oleh pembaptisan dalam kematian, kita telah dikuburkan bersama- sama dengan Kristus supaya seperti halnya Kristus Yesus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru (Rm 6:4). Inilah makna mendalam iman kita, yaitu ketika kita mati bersama Kristus, kita percaya bahwa kita juga akan hidup dengan Dia.
Akan tetapi sebagai manusia sederhana, kita pun tetap merasa belum siap menghadapi peristiwa kematian. Kita mengalami kehilangan, kesedihan, dan dukacita mendalam pada setiap peristiwa kematian. Jangan-jangan ketidaksiapan/ketakutan itu karena kita meletakan batu penghalang pada hati yang seharusnya menyambut kedatangan Tuhan. Dari bacaan Injil hari ini, kita dapat bercermin bahwa batu penghalang itu adalah kelekatan- kelekatan dalam hidup: harta dunia, keluarga, bahkan nyawa kita sendiri.
Keberanian untuk melepaskan kelekatan- kelekatan/batu penghalang itu membuat kita dapat merasakan hidup baru dalam Kristus. “Barang siapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya demi Aku, ia akan memperolehnya kembali.”
Maka, saudari-saudaraku, selagi kita masih diberikan waktu oleh Tuhan, mari kita bersama-sama berjuang untuk mengorbankan diri, mengikis kelekatan, menggeser batu penghalang agar merasakan hidup sejati yang bersumber pada Kristus. Damai sejahtera bagi kita semua. Amin.
RD. Andreas Subekti